Selasa, 27 Januari 2015

ILMU SOSIAL DASAR

Judul : Ilmu Sosial Dasar
Karangan : Drs. H. Abu Ahmadi
Penerbit : Rineka Cipta
Tahun Terbit : 2002

ILMU SOSIAL DASAR

BAB I
PENEGRTIAN ILMU SOSIAL DASAR

Sekilas Tentang Ilmu-ilmu Sosial, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu-ilmu Sosial Dasar

A. Ilmu-ilmu Sosial
Sumber dari semua Ilmu Pengetahuan adalah philosophia (filsafat). Dari filsafat itu kemudian lahirlah 3 cabang ilmu pengetahuan yaitu :
  1. Natural Sciences (Ilmu-ilmu Alamiah)
  2. Social Sciences (Ilmu-ilmu Sosial)
  3. Humanities (Ilmu-ilmu Budaya)
B. Ilmu Pengetahuan Sosial
Social Studies atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah ilmu-ilmu yang disederhanakan untuk tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar dan menengah. Dengan demikian, IPS adalah bidang studi yang merupakan (fusi) dari sejumlah mata pelajaran sosial.

C. Ilmu Sosial Dasar
Ilmu Sosial Dasar (ISD) adalah suatu program pelajaran baru yang berkembang di Perguruan Tinggi. ISD adalah ilmu-ilmu sosial dipergunakan dalam pendekatan, sekaligus sebagai saran jalan keluar untuk mencari pemecahan masalah-masalah berkembang dalam kehidupan masyarakat.


BAB II
PENDUDUK, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN

1. Pertumbuhan Penduduk dan Migrasi
  1. Penduduk dunia dan masalahnya 
  2. Pendidikan dan Kesehatan di Negara-negara Berkembang
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Perhatian para Negarawan dan Ilmuwan terhadap masalah penduduk dunia
Metodolohi sistem dinamika karya Prof. Jay Forrester dari MIT, yang secara khusus dibuat untuk mempelajari kelakuan kelima unsur dominan, yaitu :
  1. Penduduk yang masih bertambah
  2. Makin pesat industrialisasi
  3. Produk pertanian
  4. Makin habis sumber alam yang tak terkendalikan
  5. Makin rusak alam lingkungan, serta mempelajari berbagai pengaruh timbal balik terhadap sistem dunia dalam jangka panjang
Teori Migrasi

Terdapat beberapa teori secara khusus menjelaskan fenomena migrasi :
  1. Teori Gravitasi ditemukan oleh Ravenstain tahun 1889
  2. Teori Dorong-Tarik (Push-Pull Theory) ditemukan oleh Everett S. Lee tahun 1996
Rumus Tingkat Migrasi
Rumus Tingkat Migrasi
2. Pembagian Kerja Dalam Masyarakat
Adapun ketimpang-timpangan yang mempengaruhi usaha-usaha perluasan kesempatan kerja adalah :
  1. Pola pemukiman penduduk antar pulau Jawa dan luar Jawa
  2. Ketimpangan pembangunan antar daerah
  3. Ketidakserasian laju pembangunan di daerah kota dan pedesaan
  4. Kurang berkembangannya informasi pasar tenaga kerja sehingga menimbulkan kesenjangan permintaan dan penawaran tenaga kerja
  5. Kurang terdapatnya penyesuaian antara program pendidikan dengan arah pembangunan
  6. Ketimpangan koordinasi di dalam pemilikan investasi padat modal dan padat karya
  7. Ketimpangan tingkat produktivitas antara sektor pertanian dan sektor non pertanian
  8. Kekurangan perkembangan antara sektor formal dan non formal
  9. Masalah pengangguran terbuka dan pengangguran terselubung
  10. Faktor pengangguran terbuka dan pengangguran terselubung
  11. Faktor Pendorong (Push Factor) dan Faktor Penarik (Pull Factor) : Proses Urbanisasi

3. Perkembangan Kebudayaan
Kebudayaan = cultuur ( Bahasa Belanda ) = culture ( Bahasa Inggris ) = tsaqafah ( Bahasa Arab ) ; berasal dari perkataan Latin “Colere” yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti cultre sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untu mengolah dan mengubah alam”. Ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta “Budhayah” yakni bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan adalah hasil budi atau akal manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.


BAB III
INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT

Pengertian Individu
“Individu” berasal dari kata latin, “individuum” artinya “yang tak terbagi”. Jadi, merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peraanan khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spedifik dirinya yang memiliki 3 aspek yang melekat pada dirinya, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis-rohaniah, dan aspek sosial-kebersamaan.

Fungsi-fungsi Keluarga
Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri, bahwa keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja.
  • Pengertian Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan di dalam atau oleh keluarga itu.
  • Macam-macam Fungsi Keluarga

  1.    Fungsi Biologi
  2.    Fungsi Pemeliharaan
  3.    Fungsi Ekonomi
  4.    Fungsi KeagamaanFungsi Sosial
Pengertian Masyarakat
Menurut Drs. JBAF Mayor, masyarakat adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektiva- kolektiva serta kelompok dari tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok lebih baik atau sub kelompok.


BAB IV
PEMUDA DAN SOSIALISASI

1. Internalisasi Belajar dan Spesialisasi
Internalisasi adalah proses norma-norma kemasyarakatan yang tidak berhenti sampai institutisionalisasi saja, akan tetapi mungkin norma-norma tersebut sudah mendarah daging dalam jiwa anggota masyarakat.
  1. Masalah-masalah Kepemudaan
  2. Hakikat Kepemudaan

2. Pemuda dan Identitas
Kaum muda dalam setiap masyarakat dianggap sedang mengalami apa yang dinamakan “moratorium”, yaitu merupakan masa persiapan yang diadakan masyarakat untuk memungkinkan pemuda-pemuda yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu mengalami perubahan, dengan sekalian kesalahan yang mereka buat dalam mengalami perubahan itu ( Harsja W. Bachtiar, 1982 : 11 ).

3. Perguruan dan Pendidikan
Sebagai satu bangsa yang manetapkan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan negara Indonasia, maka pendidikan nasional yang dibutuhkan adalah pendidikan dengan dasar dan tujuan menurut Pancasila.

4. Peranan Pemuda Dalam Masyarakat
  • Peranan pemuda yang didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan.
  • Peranan pemuda yang menolak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

BAB V
WARGANEGARA DAN NEGARA

1. Hukum, Negara dan Pemerintah

A. Hukum

JTC. Simorangkir SH dan Woerjono Sastropranoto SH
Hukum sebagai peraturan-peraturan yang memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.

1.      Ciri-ciri Sifat Hukum
  •     Adanya perintah atau Larangan
  •     Perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi setiap orang
2.   Sumber-sumber Hukum
  •     Undang-undang (Statute )
  •     Kebiasaan (Costum )
  •     Keputusan-keputusan hakim ( Yurisprudensi )
  •     Traktat ( Treaty )
  •     Pendapat Sarjana Hukum
3. Pembagian Hukum

a. Menurut “sumbernya” :
  • Hukum Undang-undang
  • Hukum Kebiasaan
  • Hukum Traktat
  • Hukum Yurisprudensi
b. Menurut “bentuknya” :
  • Hukum Tertulis
  • Hukum Tak Tertulis
c. Menurut “tempat berlakunya” :
  • Hukum Nasional
  • Hukum Internasional
  • Hukum Asing
  • Hukum Gereja
d. Menurut “waktu berlakunya” :
  • Hukum Positif
  • Hukum Asasi (hukum alam)
e. Menurut “cara mempertahankannya” :
  • Hukum Material
  • Hukum Formal (Hukum Acara)
f. Menurut “sifatnya” :
  • Hukum yang memaksa
  • Hukum yang mengatur
g. Menurut “wujudnya” :
  • Hukum Objektif
  • Hukum Subjektif
h. Menurut “isinya” :
  • Hukum Privat (Hukum Sipil)
  • Hukum Publik (Hukum Negara)
B. Negara
Negara merupakan alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat.

1. Sifat-sifat Negara
  • Sifat memaksa
  • Sifat monopoli
  • Sifat mencakup semua
2. Bentuk Negara
Dalam teori modern sekarang ini, bentuk negara yang terpenting adalah : Negara Kesatuan dan Negara Serikat.

C. Unsur-unsur Negara
Suatu negara harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Harus ada wilayahnya
2. Harus ada rakyatnya
3. Harus ada pemerintahnya
4. Harus ada tujuannya
5. Mempunyai kedaulatan

D. Hubungan antara Hukum dan Negara
Hukum dapat diberi berbagai arti, tergantung dari siapa atau warga masyarakat mana yang mengartikannya. Dalam menilai hubungan antara hukum dan negara dalam masyarakat ada tiga pendapat, yaitu :
1. Negara lebih tinggi kedudukannya daripada hukum.
2. Negara identik dengan hukum.
3. Negara harus tunduk kepada hukum.


BAB VI
PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT 

A. PELAPISAN SOSIAL

Pengertian
Masyarakat terbentuk dari individu-individu. Individu-individu yang terdiri dari berbagai latar belakang tentu akan membentuk suatu masyarakat yang heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Dengan adanya atau terjadinya kelompok sosial ini maka terbentuklah suatu pelapisan masyarakat atau terbentuklah masyarakat yang berstrata.

Terjadinya pelapisan sosial
Terjadinya pelapisan sosial ini terjadi antara lain oleh :
  • Karena sendirinya
  • Karena kesengajaan
Pembedaan sistem pelapisan menurut sifatnya
Menurut sifatnya, maka sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi :
  1. Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
  2. Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka
B. KESAMAAN DERAJAT

Sifat perhubungan antara manusia dan lingkungan masyarakat pada umumnya adalah timbal balik, artinya orang seorang itu sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan negara. Kesamaan derajat ini dijamin oleh Undang-undang, yaitu dalam kesamaan derajat yang terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai sektor kehidupan. Hak ini yang kemudian dikenal dengan Hak Asasi Manusia.


BAB VII
MASYARAKAT PERKOTAAN DAN MASYARAKAT
PEDESAAN

1.    Masyarakat Perkotaan

A. Pengertian Masyarakat


Masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dalam batas-batas tertentu.

B. Masyarakat Perkotaan


Masyarakat perkotaan sering disebut juga dengan urban comunity. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.

C. Ciri-ciri Masyarakat Perkotaan

Ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan yaitu :
  • Kehidupan keagamaanya berkurang dibandingan masyarakat di desa.
  • Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
  • Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada kepentingan pribadi.
2. Masyarakat Pedesaan

a. Pengertian Desa/Pedesaan

Yang dimaksud masyarakat pedesaan adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan bekerjasama yang berhubungan secara erat tahan lama dengan sifat-sifat yang hampir sama (heterogen) di suatu wilayah atau daerah tertentu dengan mata pencarian dari sektor pertanian (agraris).

b. Ciri-ciri Masyarakat Pedesaan

Masyarakat pedesaan memiliki berbagai ciri, diantaranya adalah :
  • Di dalam masyarakat pedesaan antara warganya mempunyai hubungan yang erat dan mendalam.
  • Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar sistem kekeluargaan.
  • Masyarakat pedesaan bersifat homogen baik dalam agama, mata pencarian, adat dan sebagainya.


BAB VIII
PERTENTANGAN-PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI
MASYARAKAT

1. Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.

2. Prasangka, Diskriminasi dan Ethnosentrisme

A. Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka mempunyai dasar pribadi, dimana setiap orang memilikinya sejak dari kecil. Melalui proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk membeda-bedakan.

B. Perbedaan Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka bersumber dari suatu sikap, sedangkan diskriminasi menunjuk pada suatu tindakan. Prasangka dan diskriminasi tidak muncul dari segolongan orang-orang kampungan berpendidikan rendah, tetapi juga dikalangan orang-orang intelek seperti para pemimpin dan negarawan berkaliber nasional dan internasional.

C. Ethnosentrisme
Setiap suku bangsa atau ras tertentu memiliki ciri khas kebudayaan, yang sekaligus menjadi kebanggaan mereka. Suku bangsa dan ras tersebut dalam kehidupan sehari-sehari bertingkah laku sejalan dengan norma norma dan nilai yang terkandung serta tersirat dalam kebudayaan tersebut.


BAB IX
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN
KEMISKINAN

A. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang tersusun dengan sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, pengetahuan mana selalu dapat diperiksa dan ditelaah dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin mengetahuinya.

B. Teknologi dan Kemiskinan

1. Pengertian Teknologi
Teknologi adalah ilmu pengetahuan yang diterapkan ke dalam seni industri serta oleh karenanya mencakup alat-alat yang memungkinkan terlaksananya efesiensi tenaga kerja menurut keragaman kemampuan.
Ada tiga macam teknologi yang sering dikemukakan para ahli, yaitu:
  1. Teknologi modern
  2. Teknologi madya
  3. Teknologi tradisional
2. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problem yang muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan, yaitu :
  • Pendidikan yang terlampau rendah.
  • Malas bekerja.
  • Keterbatasan sumber alam
  • Terbatasnya lapangan kerja
  • Keterbatasan modal
  • Beban keluarga
3. Teknologi dan Kemiskinan
Salah satu unsur terpenting dalam pertumbuhan ekonomi adalah kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi mangakibatkan perubahan dalam struktur produksi maupun dalam komposisi tenaga kerja yang digunakan. Bagi yang memiliki ketrampilan teknis tinggi dengan majunya teknologi akan selalu terbuka kesempatan kerja. Tetapi bagi mereka yang tidak memilikinya akan tergeser atau kehilangan pekerjaan. Di Indonesia dari hasil pembangunan menunjukkan bahwa golongan miskin kurang terjamin oleh hasil-hasil pertumbuhan ekonomi. Padahal pemerintah telah mengambil kebijaksanaan penyebaran proyek-proyek ke daerah, ke desa-desa.

Perbedaan Perlakuan dalam Strata Jabatan


Sama halnya dengan mereka yang kaya, biasanya senantiasa menempati jabatan - jabatan yang penting. Dalam hal ini meliputi juga sisi pendidikan karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi status yang ia duduki. Pekerjaan disamping sebagai sarana dalam menghasilkan pendapatan juga merupakan status yang mengandung didalamnya prestise (penghargaan). Jenis pekerjaan akan menentukan penghasilan seseorang dan juga penghargaan masyarakat akan seseorang yang memiliki pekerjaan.
Mereka yang memiliki jabatan tinggi memiliki kekeuasaan untuk mempengaruhi perilaku seseorang maupun kelompok agar berprilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki. Ukuran kekuasaan akan terkait dengan besar kecilnya dan luas sempitnya pengaruh yang dimiliki seseorang dalam masyarakat. Semakin luas tinggi pengaruh yang dimiliki oleh seseorang semakin tinggi stratifikasi yang dimilikinya. semakin rendah dan sempit dan bahkan tidak memiliki pengaruh keberadaan sesorang dalam masyarakat semakin rendah stratifikasi sosial nya.

Jabatan yang tinggi seringkali memiliki tugas yang penting dan tanggung jawab yang tinggi. Mereka yang memiliki jabatan tinggi biasanya mempuyai waktu yang banyak saat dilapangan dibandingkan waktu untuk bersantai dan berkumpul dengan keluarga. sedangkan mereka yang memiliki jabatan yang rendah biasanya mempunyai waktu luang yang cukup banyak.

Dengan jabatan seseorang bisa mendapatkan penghormatan yang ia duduki. Selain kedudukan dan peran. Status menunjukkan tempat atau posisi seseorang dalam masyarakat, sedangkan peran menunjukan aspek dinamis dari status, hal ini merupakan suatu tingkah laku yang diharapkan dari seorang individu tertentu yang menduduki status tertentu.

kesetaraan Gender

Sejak diturunkan, risalah Islam telah menyelamatkan perempuan dari rusaknya peradaban manusia yang tidak menghargai kaum hawa. Membunuh anak perempuan karena rasa malu, menjadikan wanita barang warisan, memperlakukan wanita hanya sebagai pemuas nafsu laki-laki dan sasaran pelampiasan kekerasan adalah hal yang ada hampir diseluruh dunia sebelum datang Islam.
Islam datang mengangkat permpuan dari derajat yang demikian menjadi kaum yang sangat mulia, dengan beberapa keistimewaan. Memang Islam tidak mengekang perempuan. Islam memperbolehkan perempuan bebas berkiprah di ranah publik. Karena itu Islam mendorong perempuan untuk selalu mencari bekal untuk kemajuan dirinya tanpa mengesampingkan tabiat perempuannya. Misalnya: perempuan diwajibkan menuntut ilmu sama halnya dengan laki-laki, juga mereka diperbolehkan mengaplikasikan ilmunya di berbagai lapangan kehidupan selama tidak membahayakan harkat dan martabatnya.
Akan tetapi, pasca runtuhnya khilafah Islamiyah di Turki, umat Islam termasuk kaum muslimah mengalami kemunduran luar biasa diberbagai lapangan kehidupan. Perempuan mulai terambil kemulyaannya, mereka sedang dan telah teracuni dengan sistem yang sedang menguasai mereka, sistem sekular, yaitu upaya menyetarakan kedudukan laki-laki dan perempuan disegala bidang. Gagasan ini menghendaki agar perempuan diberi hak-hak yang setara dengan laki-laki (gender equality). Perempuan harus dibebaskan dari diskriminasi, dari beban-beban yang menghambat kemandirian, sekalipun dengan cara mereduksi nilai-nilai budaya dan agama, beban itu antara lain sebagai ibu, hamil, menyusui, mendidik anak dan mengatur urusan rumah tangga.
Gagasan tersebut  masuk ke dunia Islam, negeri Mesir, pada awal abad ke-20. Gagasan ini telah memberikan perubahan yang sangat tampak pada busana  perempuan  dan laki-laki. Kaum perempuan mulai terlihat dijalan-jalan, mereka tidak lagi tinggal di dalam rumah, mereka aktif di ranah publik.
Agaknya para aktivis perempuan Indonesia juga mengalami hal yang sama, dengan menobatkan R.A Kartini sebagai pejuang emansipasi. Mereka mengambarkannya sebagai sosok yang bersemangat memperjuangkan kaum perempuan agar mempunyai hal yang sama dan sejajar dengan laki-laki. Benarkah apa yang mereka perjuangkan sejalan dengan perjuangan R.A Kartini? 
Film wanita berkalung surban menjadi salah satu dari representasi  kesalahan memahami perjuangan R.A. Kartini, perjuangan Muslimah di era kejaan Islam serta teks-teks ajaran Agama. Kita bisa menyaksikan perempuan disekitar kita, banyak dari mereka yang menuntut bahkan memperjuangkan kebebasan untuk perempuan.
Kontes ratu tercantik dunia, salah satu dari bentuk kekebasan berekspresi yang mereka tuntut. Perempuan dengan hanya memakai pakaian bikini, adalah salah satu dari unsur seni yang menawan, yang merupakan bagian dari industri kapitalisme, Miss Universe dipilih untuk menjadi ujung tombak promosi produk.  Dan masih banyak lagi bentuk-bentuk kebebasan yang mereka perjuangkan atas nama kesetaran.
Langkah pemberdayaan perempuan ini oleh aktifis gender ditekankan pada kemandirian dan kebebasan kaum perempuan di bidang ekonomi, perempuan didorong untuk mandiri dalam finansialnya. Ketika perempuan telah mandiri, ia tidak lagi tergantung pada laki-laki, peran domestic keluarga tidak lagi dipihak perempuan, harus ada pembagian kerja. Peran keibuan tidak lagi menjadi tanggungjawab perempuan. Yang akhirnya tidak ada satupun baik laki-laki atau perempuan mengambil peran utama dalam rumah tangga, karena keduanya berperan aktif diranah publik.
Bagaiman dengan anak-anak? Bila ibu dan ayah tersita waktunya di sektor publik. Finansial akan menyelesaikannya dengan menggaji pembantu, Negarapun dapat mengambil alih dengan penyelenggaraan day care centre sebagaimana yang diterapkan di Negara-negara skandinavia.
Pada titik ini, kehancuran institusi keluarga muslim akan semakin jelas. Peran kepemimpinan (qowamah) yang dibebankan pada laki-laki akan melemah, karena para perempuanpun menuntut kepemimpinan tersebut, apalagi bila gaji istri lebih tinggi dari suami. Peran keibuan (ummah) dan pengelola rumah tangga (robbatul bait) akan terabaikan. Padahal peran ini adalah peran utama dan pertama dalam melahirkan generasi berkwalitas.
Dalam makalah ini kami menjelaskan perjuangan gender dan feminisme, dari awal mulanya sampai pada masa kita sekarang, gejala-gelaja yang Nampak dalam masyarakat akibat dari tidak adanya keadilan dan kesetaraan gender, dan bagaimana Islam menempatkan perempuan baik dalam sektor domestik dan public, sehingga Nampak bagi kita apakah benar Islam mendiskriminasi perempuan, mengekang perempuan, tidak memberikan hak-haknya seperti yang mereka tuduhkan pada Islam. Juga di penutup makalah ini ditawarkan solusi pemberdayaan perempuan, dengan harapan perempuan terutama muslimah bisa lebih berhati-hati menerima tawaran-tawaran pemberdayaan dan kesejahteraan perempuan yang diberikan dari konsep kesetaraan gender yang justru berbalik menjadi eksploitasi dirinya dan waktu bersama anak-anak dan keluarga tersita untuk memenuhi ajakan yang bersifat fatamorgana.
B.     SEKILAS TENTANG GENDER
1.     ARTI GENDER
Kata gender secara etimologi berasal dari bahasa Inggris gender yang berarti jenis kelamin. Mansoour Fakih dalam makalahnya ia menuliskan bahwa  gender and society adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat tuhan. Perbedaan biologis yakni perbedaan jenis kelamin (seks) adalah kodrat tuhan, karenanya secara permanen berbeda. Sementara gender adalah behavioral differences antara laki-laki dan perempuan yang socially constructed yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ciptaan tuhan, melainkan diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Oleh karena itu gender berubah dari waktu kewaktu, dari  tempat ke tempat yang lain, serta dari kelas ke kelas yang lain.
Menurut Ilmu Sosiologi dan Antropologi, Gender adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat tertentu,  pada masa  dan waktu tertentu pula. Gender ditentukan oleh sosial dan budaya setempat sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan.
Menurut Zaitunah Subhan: ada dua perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pertama perbedaan kodrati, perbedaan ini bersifat mutlak dan mengacu pada hal-hal yang bersifat biologis. Perempuan memilliki rahim, payudara, ovarium, haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Pria memiliki penis, dilengkapi dengan scortum dan sperma untuk pembuahan. Kedua: perbedaan non kodrati yaitu perbedaan yang dihasilkan oleh interpretasi social atau sering disebut dengan social contruction. Perbedaan bersifat non kodrati, tidak kekal, sangat mungkin berubah dan berbeda-beda berdasarkan ruang dan waktu. Perbedaan ini tidak berlaku umum, perannya bisa diubah, ditukarkan atau menjadi nurture.
Pemakaian gender dalam wacana feminis pertama kali dicetuskan oleh Anne Oakley.Perbedaan antara seks dan gender berkaitan erat dengan ciri-ciri biologis dan fisik tertentu, termasuk kromoson dan genetika. Sementara identitas gender lebih banyak dibentuk oleh persepsi sosial dan budaya tentang stereotip perempuan dan laki-laki dalam sebuah masyarakat.
Predikat laki-laki dan perempuan di masyarakat sekarang dianggap sebagai sebuah simbol. Laki-laki diidentifikasi sebagai orang yang memiliki karakteristik “kejantaan” (masculinity), sedangkan perempuan diidentifikasikan sebagai orang yang memiliki karakteristik “kewanitaan” (feminity). Perempuan dipersepsikan sebagai manusia yang cantik, langsing dan lembut, sebaliknya laki-laki dipersepsikan sebagai manusia perkasa, Anggapan seperti ini dengan sendirinya akan memberikan peran lebih luas kepada laki-laki dan pada saatnya laki-laki memperoleh status sosial yang lebih tinggi dari perempuan.
Dalam masyarakat seperti ini laki-laki diposisikan sebagai makhluk yang berkuasa atau superior terhadap perempuan diberbagai sektor kehidupan baik itu domestik maupun publik. Gender yang semula merupakan interaksi social yang setara antara laki-laki dan perempuan bergeser menjadi hegemoni laki-laki terhadap perempuan.
Sedang istilah feminisme lebih bersifat subjektif. Sehingga penggunaannya sering menimbulkan kebingungan dan memicu munculnya berbagai definisi dari kata feminism. Sebenarnya setiap orang yang menyadari adanya ketidakadilan dan diskriminatif yang di alami perempuan karena jenis kelaminnya dan mau melakukan sesuatu untuk mengakhiri ketidakadilan tersebut, pada dasarnya dapat dikatakan sebagai feminis. Gerakan feminis ini muncul sebagai akibat dari kesadaran perempuan terhadap hegemoni laki-laki terhadap mereka. Perjuangan ini bertujuan untuk mengambil hak-hak kemanusiaan mereka untuk menemukan kesetaran gender.
Gerakan Women’s liberation di Amerika merupakan momentum penting dalam sejarah gerakan feminism. Usaha-usaha terorganisasi untuk meningkatkan status kesetaraan gender pertama kali muncul di Amerika Serikat. Tahun 1800 gerakan ini mulai berkembang diberbagai Negara, peran perempuan dalam bidang pendidikan dan ketenagakerjaan berangsur-angsur meningkat. Dengan semakin maraknya gerakan feminism di Barat sejak akhir 1960-an semakin banyak pula perempuan yang mendapat kesempatan berpartisipasi dalam lapangan pekerjaan seperti laki-laki. Namun dibalik kemajuan perempuan dalam partisipasinya di dunia maskulin, banyak yang mengkritik bahwa kondisi perempuan bukan menjadi lebih baik, tetapi menjadi memburuk.
Kondisi perempuan yang semakin memburuk itu membuat kaum perempuan mempertanyakan kembali kebebasan yang dulu pernah mereka miliki. Pejuang feminism mulai mengkaji kembali ide dan gagasan yang pernah mereka perjuangkan. Hingga pada akhir tahun 1960-an dan sepanjang tahun 1970-an  konsep gender mulai diperjuangkan dalam tataran strategis. Upaya menanamkan nilai-nilai gender di mulai melalui konferensi-konferensi dan konggres-konggres yang diikuti oleh perwakilan kaum perempuan dari berbagai Negara. Dari konferensi dan konggres tersebut lahirlah ide dan gagasan baru untuk menyelamatkan perempuan dari ketidakadilan, agar perempuan mendapatkan kembali hak-haknya, mendorong perempuan untuk mendapatkan kesetaraan gender dan untuk memberdayakan kaum perempuan.
Pada 1952 digulirkan mengenai kovensi hak politik perempuan. Di Kopenhagen 1980 diadakan konferensi dunia UN Mid decade of women yang mengesahkan konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Pada 1985 diadakan world Conference on Result on Ten Years Woment Movement di Nairobi yang menghasilkan The Nairobi Looking Forward Strategi for the Advecement of Woman. Di Vienna 1990 diadakan 34 th Comission on the status of women. Tahun 1994 di adakan konferensi Beijing plat form and action (BPFA).  Pada tahun 1995 inilah mulai dikenalkan wawasan gender and development (GDA) dengan penekanan pada kesadaran tentang kesetaraan gender (gender equality) dalam menentukan pembangunan. Ada 12 bidang yang dianggap kritis dalam BPFA yaitu: perempuan dan kemiskinan, pendidikan dan pelatihan bagi perempuan, perempuan dan kesehatan, kekerasan terhadap perempuan, perempuan dan konflik bersenjata, perempuan dan ekonomi, perempuan dalam pengambilan kekuasaan, mekanisme institusional untuk kemajuan perempuan, hak asasi perempuan, perempuan dan media, perempuan dan lingkungan serta anak perempuan
2.     LANDASAN TEORI KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER
Sejak tahun 1990, UNDP (United Nations Development Report) melalui laporan berkalanya “ Human Development Report (HDR) menetapkan indikator baru dalam menilai keberhasilan pembangunan suatu Negara, yang sebelumnya hanya diukur dengan GDP (Growth Domestic Product). Indikator baru tersebut dikenal dengan Human Development Indexs (HDI) yang meliputi tiga aspek yaitu: usia harapan hidup (life expectancy), angka kematian bayi (infant moertality Rate), dan kecukupan pangan (food security). Pada tahun 1995, UNDP menambah konsep HDI dengan konsep kesetaraan gender (gender equality) dalam mengevaluasi keberhasilan pembangunan suatu Negara.
Perhitungan yang dipakai adalah Gender Development Index (GDI) yaitu kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam usia harapan hidup, pendidikan dan jumlah pendapatan, serta Gender Empowerment Measure (GEM) yang mengukur kesetaraan dalam partisipasi politik dan dalam sector lainnya. Ukuran ini bertitik tolak pada konsep kesetaraan sama rata. Misalnya, apabila rata-rata laki-laki dan perempuan sama-sama berpenghasilan dua juta rupiah setahun, menerima pendidikan sama-sama sepuluh tahun atau proporsi yang aktif dalam politik sama-sama 20 %, maka angka GDI dan GEM adalah 1, atau telah terjadi perfect equality. Konsep kesetaraan kuantitatif (50/50) inilah yang diidealkan oleh UNDP, sehingga lembaga ini mengharapkan seluruh Negara di dunia dapat mencapai kesetaraan yang demikian
Menurut Ratna Megawangi, dalam bukunya membiarkan berbeda, landasan teori yang tepat untuk menempatkan kesetaraan gender 50/50 terdapat dalam paradigma sosial konflik. Paradigma ini dipelopori oleh Karl Marx dan friedrich Engels. Engles menganalogikan hubungan suami istri dalam keluarga sebagai hubungan kelas kapitalis dan proletar. Collins (1975) yang menerapkan teori dalam keluarga dan masyarakat dalam pola relasi sosial.  Marx-Engels menganalisa kedudukan perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Kaum laki-laki diibaratkan sebagai kaum borjuis dan perempuan sebagai kaum proletar yang tertindas baik dalam kaitan fungsi ekonomi, seksual dan pembagian property dalam keluarga. Selanjutnya ia mengatakan bahwa keluarga menjadi institusi untuk melanggengkan sistem patriarkat, dimana kedudukan suami istri dan anak-anak tetap pada posisi vertikal dan dianggap sebagai struktur ideal.
Sistem patriarkat ini ditolak oleh para feminis dan mereka berusaha mewujudkan sistem yang lebih egaliter. Dalam pandangan mereka sistem patriarkat ini dapat diruntuhkan dengan transformasi social yaitu perobakan sistem social yang ada, yaitu wanita perlu masuk ke dalam dunia laki-laki agar kedudukan dan statusnya setara dengan laki-laki, untuk itu wanita perlu mengadopsi kualitas maskulin agar mampu bersaing dengan laki-laki.
3.     PERBEDAAN GENDER MELAHIRKAN KETIDAKADILAN
Dalam uraian diatas dapat difahami adanya pergeseran relasi gender yang menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan gender tersebut telah termanifestasi dalam berbagai bentuk, diantaranya[25]:
a.     Terjadinya Marginalisasi (peminggiran).
Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Misalnya banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja ataupun status dari pekerjaan yang didapatkan. Hal ini terjadi karena sangat sedikit perempuan yang mendapatkan peluang pendidikan. Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi).
b.     Terjadinya Subordinasi (penomorduaan)
Anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih utama di banding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dulu ada sebuah pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran agama maupun birokrasi yang meletakkan perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai yang membatasi ruang gerak perempuan dalam kehidupan.
c.      Adanya pandangan Stereotype.
Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin (perempuan). Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domestik. Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
d.     Berbagai bentuk tindak  kekerasan (violence) terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan gender.
Banyak sekali terjadi kekerasan yang dialami perempuan, mulai dari kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan, juga kekerasan dalam bentuk yang lebih halus seperti pelecehan seksual (sexual Harassment) dan penciptaan ketergantungan.
e.      Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh Perempuan.
Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Semua manifestasi ketidakadilan tersebut saling terkait dan mempengaruhi, dan ini tersosialisasi kepada laki-laki dan perempuan yang lambat laun akhirnya laki-laki dan perempuan terbiasa dan akhirnya percaya bahwa peran gender  itu seolah-olah menjadi kodrat.